Jumat, 22 Juli 2011

Wahabi dan Penghianatan Mereka Terhadap Pemikiran - Pemikiran Islam

Kaum wahabi, dengan berbagai cara berusaha menjustifikasi pemikiran-pemikiran kerdil dan noraknya dalam memahami dan menerapkan  ajaran islam. Mereka melakukan berbagai daya upaya agar tujuan tersebut tercapai. Salah satu upaya paling konkrit yang mereka lakukan adalah dengan memalsu dan merubah kitab-kitab klasik, yang pendapat dan pemikirannya dinilai berlawanan halauan dengan mereka. Langkah yang mereka tempuh beraneka ragam, diantaranya adalah;
Pertama; Menerbitkan kitab-kitab dan membakarnya. Mereka telah membakar kitab-kitab madzhab kaum muslimin yang berbeda haluan. Misalnya, mereka membakar kitab-kitab terbitan Maktabah 'Arabiyyah dan melarang peredaran kitab-kitab karya sayyid Kutb dan ulama-ulama lain. 
Kedua; Melakukan distorsi (takhrîf) naskah kitab, dengan cara melakukan cetak ulang kitab-kitab berkualitas, setelah sebelumnya dilakukan perubahan isi, baik dengan cara mengurangi maupun menambah. Contoh kongkritnya adalah; 

1.  Mencetak ulang kitab Shahîh al-Bukhârî  dalam format jilid kecil serta membuang sebagian hadîts-hadîtsnya tanpa ada penjelasan. 

2. Syeikh al-Nûrî dalam kitab Rudûd 'alâ Syubuhât al-Salafiyyah Hal 249 mengatakan; "Tindakan merubah dan membuang hadîts adalah ciri khas  kelompok salafiyyah. Nu'mân al-Alûsî misalnya, merubah tafsir milik ayahnya sendiri, Seorang ulama Irak, yakni al-Syeikh Mahmûd al-Alûsî (tafsir Rûh al-Ma'ânî). Andaikan tidak terjadi perubahan naskah, niscaya kitab tersebut merupakan tafsir yang istimewa dan lengkap."

3.  Merubah kitab tafsir "al-Kasysyâf" karya al-Imam al-Zamakhsyarî. Kitab ini dicetak ulang oleh penerbit Ubaikan Riyadl dengan banyak sekali perubahan-perubahan. Jika anda ingin mengetahui segelintir dari perubahan-perubahan yang ada dalam kitab tersebut, silahkan lihat tafsir tersebut dalam menafsiri firman Allâh SWT ;


وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ (22) إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ [القيامة : 22- 23]


Artinya :"Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri[22]. Kepada Tuhannyalah mereka melihat"
(QS. Al-Qiyâmah : 22-23)
Saat menafsiri ayat ini, tafsir versi al-Zamakhsyarî dibuang secara keseluruhan dan diganti dengan tafsir yang sesuai dengan madzhab mereka. Dengan demikian, tafsir tersebut adalah tafsir wahabi, bukan tafsir Zamakhsyarî.



4. Mencetak kitab al-Mughnî li Ibn al-Quddâmah al-Hambalî kemudian membuang dan menghilangkan pembahasan tentang istighâtsah.


5. Mencetak kitab Syarh Shahîh Muslim kemudian menanggalkan dan membuang hadîts-hadîts yang berbicara tentang sifat-sifat Allâh SWT.


6. Mencetak kitab al-Adzkâr karya imam Nawawî dengan penerbit Dâr al-Hudâ Riyadl, dibawah pengawasan Pengurus Pusat Diskusi, Dakwah, Dan Irsyad tahun 1409 H. Mereka mengganti perkataan imam Nawawî dan merubahnya sebagian, serta membuang kata-kata yang tidak sesuai dengan hawa nafsu mereka, yang dirasa tidak mungkin untuk dilakukan perubahan. Hal ini terjadi dalam tema Kitâb al-Hajj, tepatnya di pasal yang menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan Ziarah Nabi SAW.


7. Bermain-main dengan kitab al-Ibânah fî Ushûl al-Diyânah karya imam Abî al-Hasan al-'Asy'arî. Mereka membuang keterangan yang tidak sesuai dengan akidah rusak mereka. Diantaranya adalah pernyataan  Abî al-Hasan al-'Asy'arî dalam pembahasan masalah istiwâ' (bertempatnya Allâh) yang berbunyi; "Sesungguhnya Allâh U bertempat di 'Arsy -sesuai dengan apa yang difirmankan-Nya dan dalam artian sebagaimana yang dikehendaki-Nya- dengan cara-cara yang terbebas dari sifat bersentuhan, mendekam, menetap, berdiam diri, dan berpindah. Allâh U tidak ditopang oleh Arsy, justru arsy dan para malaikat penyangganya ditopang oleh kekuasaan-Nya yang lembut, dipaksa dalam genggaman kekuasaan-Nya. Ia mengungguli arsy dan mengungguli segalanya sampai dasar bumi, dengan cara-cara yang tidak menjadikan-Nya lebih dekat dengan arsy ataupun langit. Namun Ia adalah dzat yang tinggi derajatnya jauh melampaui arsy, juga langit. Meski demikian, Ia dekat dengan segala mahluk yang wujud, bahkan lebih dekat dengan hamba-Nya daripada urat leher. Ia menjadi saksi atas segala sesuatu" Kata-kata ini, semuanya hilang terbuang. Dimanakah ucapan Ibn Abî al-'Izz yang mencerahkan ini dalam syarahnya yang kelam gulita ?!!


8. Zahîr al-Syâwisy dan Nâshir al-Albânî, mempermainkan perkataan al-Imam al-Subkî -guna mempercantik dan memperindah wajah mereka yang buruk- dalam penjelasan (syarh ) Ibn Abî al-'Izz terhadap al-'Aqîdah al-Thahawiyyah, sebab mereka menyadari bahwa al-Imam al-Subkî adalah salah seorang ulama yang paling getol menjadi musuh akidah tajsîm (yakni keyakinan bahwa Allâh memiliki jisim, seperti halnya manusia). Mereka meng-cut pernyataan beliau dan meletakkannya dalam syarh Ibn Abî al-'Izz dalam kondisi telah mengalami perubahan. Begini redaksinya; "Madzhab Empat ini –Segala puji hanya milik AllâhU- dalam bidang akidah adalah satu, kecuali mereka yang terjebak dalam akidah mu'tazilah dan tajsîm. Mayoritas penganut madzhab empat senantiasa dalam kebenaran, mengakui ajaran akidah Abî Ja'far al-Thahawî yang telah mendapatkan legitimasii dari para ulama salaf dan khalaf."
Padahal, tulisan al-Imam al-Subkî yang sebenarnya dalam kitab beliau, Mu'îd al-Ni'am Hal. 62 tidaklah seperti itu, namun demikian;


"Mereka para penganut madzhab Hanafiyyah, Syâfi'iyyah, Malikiyyah, dan pemuka-pemuka madzhab Hanâbilah –segala puji hanya milik Allâh U -adalah satu dalam akidah. Kesemuanya mengikuti alur pemikiran ahl al-Sunnah wa al-jamâ'ah. Beragama kepada Allâh U dengan menganut ajaran sang guru ahl al-Sunnah, yakni Abî al-Hasan al-Asy'arî –semoga rahmat Allâh tercurah kepadanya- tidak ada yang memisahkan diri, kecuali orang-orang kecil dari madzhab Syâfi'iyyah dan Hanafiyyah yang mengukuti jejak mu'tazilah,  dan orang-orang kecil dari madzhab Hanâbilah yang mengikuti jejak ahli tajsîm. Allâh SWT telah mensterilkan para pengikut Malikiyyah, sehingga aku tidak melihat seorangpun yang bermadzhab malikiyyah, kecuali ia berakidah Asy'arî. Secara garis besar, akidah asy'arî merupakan intisari dari akidah Abî Ja'far al-Thahawî yang telah mendapatkan legitimasi dan ridlo dari para ulama madzhab."


Silahkan anda perkatikan dua naskah di atas, anda tentu akan menjumpai bagaimana orang-orang "salafi" mempermainkan redaksi, kitab-kitab turats, dan pernyataan para ulama ! 

Ketiga; Meringkas atau menyarikan kitab-kitab primer, dengan dalih mempermudah para pembaca –menurut pengakuan mereka- besertaan adanya pembuangan tema atau pembahasan yang krusial, juga pengkhianatan-pengkhianatan ilmiyyah dahsyat lainnya. Mereka akan dimintai pertanggungjawaban Allâh SWT atas perbuatan buruk mereka. Ia maha mengetahui dan melihat atas perbuatan mereka, meskipun tidak tampak oleh kami.


Keempat; Mencetak kitab-kitab dengan menghilangkan penjelasan-penjelasan atau komentar-komentar ulama di dalamnya. Seperti yang mereka lakukan terhadap Kitâb al-asmâ' wa al-Sifât karya al-Hâfidh al-Bayhaqî. Dalam cetakan pertama, mereka membuang kitab Furqân al-Qur'ân karya Syeikh al-'Izamî dan membuang kata pengantar al-Allâmah al-Kawtsarî. Di cetakan kedua, mereka tidak menuliskan bahwa komentar-komentar yang ada dalam kitab tersebut adalah milik al-Allâmah al-Kawtsarî. Di cetakan ke tiga, mereka menghapus semua  komentar-komentar al-Kawtsarî !!


Kelima; Sikap congkak dan sombong ulama-ulama mereka, dengan mengarang kitab-kitab atas nama ulama mereka. Tujuannya, menyaingi dan menandingi kitab-kitab muslimin. Contoh, mereka mengarang sebuah kitab yang diberi nama al-Asmâ' wa al-Sifât dan mengatasnamakannya sebagai karangan Ibn Taymiyyah. Padahal, Ibn taymiyyah tidak pernah memiliki kitab dengan nama ini. Hal tersebut hanya untuk menandingi kitab al-Asmâ' wa al-Sifât karya al-Bayhaqî. Mereka juga mengarang kitab lain atas nama Syeikh al-Harrânî (Ibn Taymiyyah) yang diberi nama Daqâ'iq al-Tafsîr. Sebenarnya, kedua kitab di atas tak lebih  hanyalah penggalan-penggalan fatwa Ibn taymiyyah. Nantikan saja kitab-kitab lain yang akan bermunculan dengan nama-nama yang baru !!


Keenam; Memerangi penerbit-penerbit ikhlas nan jujur, apabila tidak mau menerima suap mereka. Misalnya, mereka memerangi penerbit Dâr al-Imâm al-Nawawî di Negara Yordania hingga bangkrut dan rata dengan tanah. Karena alasan itulah, anda melihat banyak kitab-kitab yang diproduksi tanpa nama penerbit !!


Ketujuh; Mencuri kitab-kitab primer dan manuskrip-manuskrip kemudian memangkasnya. Sebagai contoh;
Kitab Sayr A'lâm al-Nubalâ' karya al-Hâfidh al-Dzahabî. Kitab ini dicetak menjadi 23 juz, sedangkan juz terakhir, yang berisi cercaan terhadap Ibn Taymiyyah tidak tercetak! Mereka berdalih bahwa juz terakhir tersebut raib entah kemana. Inilah klaim yang disampaikan oleh putra wazir yang berhalauan tajsîm !! Kemanakah raibnya bukti-bukti sejarah yang amat penting ?! Tidak diragukan lagi, tangan-tangan jail Wahabilah yang telah menyembunyikannya dari perhatian public.

Sekte wahabi adalah sekumpulan orang-orang berfikiran kerdil dan cupet. Mereka mengira bahwa dengan merubah dan memanipulasi kitab-kitab, mampu meyembunyikan dan menutup rapat-rapat borok pemikiran murahan lagi menyimpang mereka. Baru-baru ini, ada kejadian yang menggemparkan yang terjadi di salah satu Universitas Yordania. Di suatu sore, salah seorang pelajar wahabi menyelinap masuk ke dalam perpustakaan kampus dengan cara mengelabui dan membuat sibuk petugas perpustakaan dan mengunci diri di dalam hingga subuh. Kemudian, ia mulai mengguntingi naskah-naskah kitab yang tidak sejalan dengan pemikiran-pemikiran wahabi yang bodoh. Tidak diragukan lagi, ia telah merubah banyak kitab-kitab primer yang berkualitas di perpustakaan tersebut. Ia mengira bisa menyembunyikan kejelekannya, yang telah dibuka oleh Allâh U. Tidak butuh waktu lama, pelajar tersebut dihadapkan pada kehancuran. 


Kedelapan; Mengibarkan pemberitahuan secara kontinyu dan terus menerus. Mereka menggelar dan memasarkan pemikiran-pemikirannya dengan harga murah. Tujuannya agar pemikiran-pemikiran bersih dan jujur dapat tertekan dan tertutupi.

Sekte wahabi, telah menebar fitnah terhadap banyak imam kaum muslimin. Mereka menetapkan statemen-statemen yang sebenarnya tidak pernah terucap oleh para imam yang bersangkutan. Gemar menghapus dan menyembunyikan pernyataan-pernyataan yang dinilai tidak sejalan dengan akidah rusak mereka. Juga menyombongkan imam-imam mereka denga cara-cara yang bathil, tujuannya agar dapat menandingi ulama-ulama umat. Tidak henti-hentinya mereka menggelontorkan dana siang dan malam, guna memasarkan dagangan mereka yang bobrok. Apakah anda melihat dan meyakini bahwa orang-orang seperti mereka mendapatkan kebahagiaan ?! Tidak mungkin, sebab mereka adalah orang-orang yang disinyalir dalam firman Allâh U

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ  [التوبة : 32]

 

Artinya :"Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya"
(QS. Al-Tawbah : 32)
Meski demikian, kita tetap harus mendesak kepada Lembaga Kajian ilmiyyah agar secepatnya menerbitkan kitab-kitab warisan islam yang terpercaya, sebab dikawatirkan akan jatuh ke tangan-tangan jail wahabi.


Dalam kitab al-Bidâyah wa al-Nihâyah karya al-Hâfidh Ibn Katsîr tidak ada satupun keterangan sebagaimana yang disampaikan oleh sekte wahabi. Semua itu murni pendapat mereka, dan bohong apabila dikatakan sebagai pendapat al-Hâfidh Ibn Katsîr. Keterangan beliau seputar maulid Nabi Muhammad r, hanya ditemukan saat memaparkan biografi raja Mudhaffar. Berikut ini teks aslinya (al-Bidâyah wa al-Nihâyah, Juz 13 Hal. 136. Dâr al-Ma'ârif) ;


(الْمَلِكُ الْمُظَفَّر أَبُوْ سَعِيْدٍ كُوكْبُرِي أَحَدُ اْلأَجْوَادِ وَالسَّادَاتِ الْكُبَرَاء وَالْمُلُوكِ الأَمْجَادِ ، لَهُ آثارٌ حَسَنَةٌ) – إلى أن قال – (وَكَانَ يَعْمَلُ الْمَولِدَ الشَّرِيْفَ فِي رَبِيْعِ الأَوَّلِ وَيَحْتَفِلُ بهِ إِحْتِفَالاً هَائِلاً ، وَكَانَ مَعَ ذَلِكَ شَهِماً شُجَاعاً فَاتِكاً عَاقِلاً عَالِماً عَادِلاً ، رَحِمَهُ اللهُ وَأَحْسَنَ مَثْوَاهُ ) – إلى أن قال– ( وَكَانَ يَصْرِفُ فِي الْمَوْلِدِ ثَلاَثَمِائَةِ أَلْفِ دِيْنَارٍ ) .


 (Raja Mudhaffar, Abû Sa'îd Kukbûrî adalah salah seorang dermawan, bangsawan besar, raja besar. Ia memiliki sejarah kehidupan yang baik)….sampai pada kata-kata…..(Beliau menyelenggarakan peringatan maulid Nabi Muhammad yang mulia pada bulan Rabiul Awwal. Beliau mengadakan satu perayaan mauled yang begitu semarak.  Selain itu, beliau juga seseorang yang cerdik, gagah perkasa, pemberani, pahlawan, pintar, adil. –mudah-mudahan Allâh merahmati dan memberikan tempat kembali yang terbaik-) ….sampai pada kata-kata…. (Beliau mengeluarkan uang sebanyak 300.000 dinar guna merayakan maulid Nabi.)

Perhatikan tulisan al-Hâfidh Ibn Katsîr di atas. Beliau memberikan pujian dan penilaian positif terhadap deklarator maulid, yakni Raja Mudhaffar, dengan menyebutnya sebagai raja yang dermawan, orang besar, berperilaku terpuji, pintar, adil, pemberani, dll. Sama sekali tidak ada sebutan zindik, fasik, pelaku kemungkaran, dan sifat jelak lainnya. Tapi apa yang terjadi ? dengan "mencatut seorang tokoh", orang-orang wahabi justru mempropagandakan bahwa penggagas maulid adalah seorang yang zindik dari keturunan Yahudi. Sehingga tidak mungkin perayaan tersebut sebagai manifestasi rasa cinta kepada Rasulullâh r, melainkan ada tujuan-tujuan lain yang tersembunyi.


Di bawah ini adalah pernyataan "lepas tangan" dari Syeikh Abd al-Qâdir al-Arnauth atas terjadinya penggubahan naskah kitab al-Adzkâr karya imam Nawâwî. Beliau adalah pentahqîq kitab tersebut.


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
(Dengan menyebut nama allâh yang maha pengasih lagi maha penyayang)


اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ وَبَعْدُ : 


(Segala puji hanya milik Allâh semata, penguasa seluruh alam, shalawat dan salam semoga terlimpahkan atas baginda kita, Muhammad dan atas keluarga dan sahabat beliau seluruhnya. Selanjutnya :)


فَإِنَّ هَذَا الْكِتَابَ الَّذِي بَيْنَ أَيْدِيْنَا (الأَذْكَار ) لِلإِمَامِ النَّوَوِيِّ رَحِمَهُ اللهُ قَدْ طُبِعَ بِتَحْقِيْقِي فيِ مَطْبَعَةِ الْمُلاَمِحِ بِدِمَشْقَ سَنَةَ (1391 )هـ ، الْمُوَافِق (1971) مـ . ثُمَّ قُمْتُ بِتَحْقِيْقِهِ مَرَّةً أُخْرَى وَقَامَ بِطَبْعِهِ صَاحِبُ دَارِ الْهُدَى بِالرِّيَاضِ الأُسْتَاذُ أَحْمَد النُّحَّاسِ , وَكَانَ قَدْ قَدَّمَهُ لِلإِدَارَةِ الْعَامَّةِ لِشُؤُوْنِ الْمَصَاحِفِ وَمُرَاقَبَةِ الْمَطْبُوْعَاتِ بِرِئَاسَةِ الْبُحُوثِ الْعِلْمِيَّةِ وَالدَّعْوَةِ وَالإِرْشَادِ فيِ الرِّيَاضِ، وَسَلَّمَ الْكِتَابَ إِلَى هَيْئَةِ مُرَاقَبَةِ الْمَطْبُوْعَاتِ ، وَقَرَأَهُ أَحَدُ الأَسَاتِذَةِ فَتَصَرَّفَ فِيْهِ فيِ ( فَصْلٌ فيِ زِيَارَةِ قَبْرِ رَسُولِ اللهِ r) وَجَعَلَهُ ( فَصْلٌ فيِ زِيَارَةِ مَسْجِدِ رََسُوْلِ اللهِ r ) مَعَ تَغْيِـيْرِ بَعْضِ الْعِبَارَاتِ فِي هَذَا الْفَصْلِ صَفْحَةَ (295) ، وَحَذَفَ قِصَّةَ الْعَتَبِيِّ ، وَهُوَ مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِاللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَمْرِو بْنِ عُتْبَةَ بْنِ أَبِي سُفْيَانَ صَخْرِ بْنِ حَرْبِ بْنِ أُمَيَّةَ الأُمَوِيُّ الْعَتَبِيُّ الشَّاعِرُ، الَّذِيْ ذَكَرَ قِصَّةَ اْلأَعْرَابِيِّ الَّذِي جَاءَ قَبْرَ النَّبِيِ r وَقَالَ لَهُ: جِئْتُكَ مُسْتَغْفِراً  لِذَنْبِي مُسْتَشْفِعاً بِكَ إِلَى رَبِّي . وَأَنَّ الْعَتَبِيَّ رَأَى النَّبِيِّ r فِي الْمَنَامِ وَقَالَ لَهُ : يَا عَتَبِيُّ إِلْحَقِ اْلأَعْرَابِيَّ فَبَشِّرْهُ بِأَنَّ اللهَ قَدْ غَفَرَ لَهُ. وَحَذَفَ التَّعْلِيْقَ الَّذِي ذَكَرْتُهُ حَوْلَ الْقِّصَةِ . وَقَدْ ذَكَرْتُ أَنَّهَا غَيْرُ صَحِيْحَةٍ ، وَمَعَ ذَلِكَ كُلهُ حَذَفَهَا ، وَحَذَفَ التَّعْلِيْقَ الَّذِي عَلَّقْتُهُ عَلَيْهَا .


(sesungguhnya kitab yang ada di tangan kami, yakni al-Adzkâr karya imam Nawawî –semoga Allâh merahmati beliau- pernah diterbitkan dengan berdasarkan penelitian saya oleh penerbit al-Mulâmih di Damaskus tahun 1391 H/1971 M. kemudian saya meneliti ulang sekali lagi dan diterbitkan oleh pemilik penerbit Dâr al-Hudâ yang berada di Riyadl, yakni al-Ustâdz Ahmad al-Nuhhâs. Beliau menyerahkan naskah tersebut kepada Pengurus Pusat Urusan Mushhaf dan Pengawas Penerbitan di bawah pimpinan Kajian  Ilmiyyah, Dakwah dan Irsyad di Riyadl. Beliau menyerahkan kitab tersebut ke Dewan Pengawas Penerbitan. Dan salah satu pengajar pernah membacanya,  kemudian merubah "Fasal tentang ziarah ke makam Rasulullâh r" menjadi "Fasal tentang ziarah ke masjid Rasulullâh r "disertai adanya perubahan sebagian ibarat (tulisan) dalam fasal ini halaman 295. Ia juga telah menghilangkan cerita al-'Atabî, yakni Muhammad ibn 'Abdillah ibn 'Amr ibn Mu'âwiyah ibn 'Amr ibn 'Utbah ibn Abî Sufyân, Shakhr ibn Harb ibn Umayyah, al-Umawî al-'Atabî, seorang ahli syi'ir, yang menceritakan kisah seorang a'râbî (pedalaman) yang mendatangi pusara Rasulullâh r kemudian mengucapkan; "Aku datang kepadamu seraya meminta ampunan atas dosaku dan meminta syafa'at dengan perantaramu kepada Tuhanku". Sesungguhnya al-'Atabî pernah berjumpa dengan Rasulullâh r di dalam mimpi, dan beliau bersabda kepadanya; "Wahai 'Atabî, susul orang A'rabî tadi dan sampaikan kabar gembira kepadanya, bahwa Allâh U telah mengampuninya". Ia juga telah menghilangkan catatan saya seputar kisah tersebut. Saya padahal telah menyebutkan bahwa kisah tersebut tidak benar. Meskipun demikian, tetap dibuang seluruhnya, juga catatan saya atas kisah tersebut.)

وَهَذَا التَّصَرُّفُ الَّذِي حَصَلَ فِي هَذَا الْكِتَابِ، لَمْ يَكُنْ مِنِّي، أَنَا الْعَبْدُ الْفَقِيْرُ إِلَى اللهِ تَعَالَى الْعَلِىِّ الْقَدِيْرِ ( عَبْدُالْقَادِرِ الأَرْنَاؤُوط ) وَكَذَلِكَ لَمْ يَكُنْ مِنْ صَاحِبِ دَارِ الْهُدَى الأُسْتَاذ أَحْمَد النّحَّاسِ ، وَإِنَّمَا حَصَلَ مِنْ هَيْئَةِ مُرَاقَبَةِ الْمَطْبُوْعَاتِ ، وَصَاحِبُ دَارِ الْهُدَى وَمُحَقِّقُ الْكِتَابِ لاَ يَحْمِلاَنِ تَبِعَةَ ذَلِكَ.  إِنَّمَا الَّذِي يَحْمِلُ تَبِعَةَ ذَلِكَ هَيْئَةُ مُرَاقَبَةِ الْمَطْبُوْعَاتِ ، وَلاَ شَكَّ أَنَّ التَّصَرُّفَ فِي عِبَارَاتِ الْمُؤَلِّفِيْنَ لاَيَجُوْزُ ، وَهِيَ أَمَانَةٌ عِلْمِيَّةٌ ، وَإِنَّمَا عَلَى الْمُحَقِّقِ وَالْمُدَقِّقِ أَنْ يَتْرُكَ عِبَارَةَ الْمُؤَلِّفِ كَمَا هِيَ ، وَأَنْ يُعَلِّقَ عَلَى مَا يَرَاهُ مُخَالِفاً لِلشَّرْعِ وَالسُُّنَّةِ فيِ نَظَرِهِ ، دُوْنَ تَغْيِـيْرٍ لِعِبَارَةِ الْمُؤَلِّفِ ..................... الخ


(Perubahan isi yang terjadi dalam kitab ini, bukan dari saya, saya adalah seorang hamba yang sangat membutuhkan pertolongan Allâh Ta'ala (Abd al-Qâdir al-Arnauth), juga bukan berasal dari pemilik penerbit Dâr al-Hudâ al-Ustâdz Ahmad al-Nuhhâs. Perubahan ini terjadi dari Dewan Pengawas Penerbitan. Pemilik penerbit Dâr al-Hudâ, juga peneliti kitab tersebut, tidak bertanggung jawab dan menanggung resiko atas perubahan itu. Yang bertanggung jawab adalah Dewan Pengawas Penerbitan. Tidak diragukan lagi, merubah isi tulisan para penyusun kitab adalah tidak dibenarkan. Itu adalah amanat ilmiyyah. Yang harus dilakukan oleh seorang peneliti adalah membiarkan tulisan penyusun apa adanya dan memberikan catatan-catatan terhadap apa yang dianggapnya bertentangan dengan syari'at dan sunnah menurut pandangannya, tanpa merubah sedikitpun tulisan penyusun…………(seterusnya))


[Dikutip Dari kitab Khulâshah al-Bid'ah al-Hasanah karya Ali Noor]

Setelah bukti-bukti terkuak, fakta demi fakta menyeruak. Sekarang, silahkan pembaca simpulkan; siapa dan bagaimana sebenarnya paras di balik Jubah dan kerudung Wahabi. Penulis tidak akan memelototkan mata, apa lagi menggenggam kerah baju anda, agar anda berkata "ya", atau paling tidak  menganggukkan kepala tanda setuju, bahwa "baju" sekte Wahabi yang putih bersinar dan menyilaukan, ternyata berbanding 180 derajat dengan "isi"nya.


 والله أعلم بالصّواب

Tidak ada komentar: